NIM : 2015-66-069
Sesi : 02
Tugas Epidemiologi
PERUBAHAN POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN
DIABETES MELITUS
Masalah kesehatan bukan sekedar masalah sakit atau tidak sakit serta penanggulangannya, tetapi lebih luas dan majemuk dari yang diperkirakan dari segi penanggulangan maupun dari segi pencegahan. Meskipun telah banyak pengamatan dan penanggulangan masalah kesehatan yang dilakukan oleh para ahli, namun hanya sebagian kecil yang dapat ditanggulangi. Keadaan tersebut mencerminkan bahwa hanya sebagian kecil, masalah kesehatan yang muncul ke permukaan jangkauan manusia. Walaupun dengan pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran sekarang ini, masalah kesehatan dengan segala kemajemukannya tidak akan mampu ditangani hanya dengan monopoli ilmu kedokteran, tanpa adanya keterlibatan disiplin ilmu lainnya (Dainur, 1995).
Menurut WHO, setelah perang dunia kedua, cukup banyak masalah kesehatan yang dapat ditanggulangi dengan teknologi kedokteran, sehingga angka kesakitan dan angka kematian cukup berhasil ditekan. Masalah kependudukan, lingkungan hidup, gangguan gizi makanan, penyakit infeksi menular, penyakit pembuluh darah jantung, dan sebagainya, merupakan masalah kesehatan yang telah ada. Masalah–masalah kesehatan tersebut belum dapat ditanggulangi secara tuntas terutama di negara–negara yang lambat berkembang (low development countries = LDC). Semua masalah kesehatan diatas berkaitan dengan lainnya, dan berkaitan juga dengan masalah–masalah kesehatan dewasa ini. Ciri masalah kependudukan, meliputi percepatan penduduk dan komposisi, serta distribusi penduduk yang tidak merata. Ciri tersebut secara langsung ataupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan pada umumnya (Dainur, 1995)Gaya hidup modern dengan banyak pilihan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat yang semakin menyebar keseluruh lapisan masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah penyakit degenerative. Diabetes Melitus (yang selanjutnya disingkat DM) merupakan salah satu penyakit degenerative (Krisnatuti, 2008).
Penyakit
Diabetes Melitus merupakan penyakit degeneratif yang sangat terkait dengan pola
makan. Pola makan merupakan gambaran mengenai macam-macam, jumlah dan komposisi bahan makanan yang dimakan
tiap hari oleh seseorang. Gaya hidup di perkotaan dengan pola diet yang tinggi lemak,
garam, dan gula, keseringan menghadiri resepsi/pesta, mengakibatkan masyarakat cenderung
mengkonsumsi makanan secara berlebihan mengakibatkan berbagai penyakit
termasuk DM. WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030.
Penyakit
DM tercantum dalam urutan nomor empat dari prioritas penelitian nasional untuk
penyakit degenerative setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, dan geriatrik
(Krisnatuti,2008). Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah Diabetes Melitus
tipe 2 (Sudoyo, 2007). Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya
kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai
penjuru dunia. WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang diabetes
yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3
juta pada tahun 2030.
Indonesia berada diperingkat keempat jumlah penyandang DM di dunia setelah Amerika Serikat, India, dan Cina (Hans, 2008). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi diabetes mellitus tertinggi terdapat di provinsi Kalimantan Barat dan Maluku Utara (masing-masing 11,1 persen), diikuti Riau (10,4 persen) dan NAD (8,5persen). Prevalensi diabetes mellitus terendah ada di pro vinsi Papua (1,7 persen), diikuti NTT (1,8persen). Prevalensi Diabetes di Sulawesi Utara berdasarkan profil kesehatan provinsi SULUT tahun 2008 di dapatkan angka lebih tinggi di tingkat provinsi SULUT(1,6%) daripada angka nasional(1,0%). Penyakit ini tersebar di seluruh kabupaten dan kota di SulawesiUtara,dengan prevalensi tertinggi di kota Manado.
Grafk diatas menunjukan bahwa penyakit Diabetes Melitus di Indonesia
mengalami peningkatan jumlah kematian pada tahun 1994, 1998, 2000, dan pada
tahun 2010.
PERUBAHAN
POLA PENYAKIT DAN KEMATIAN PADA PASIENHIPERTENSI
Menurut
Depkes RI (2001) mengemukakan terjadinya transisi epidemiologi penyakit
ditunjukkan dengan adanya kecenderungan perubahan pola kesakitan dan pola
penyakit yaitu adanya penurunan prevalensi penyakit infeksi, namun terjadi
peningkatan prevalensi penyakit non-infeksi atau penyakit degeneratif seperti:
hipertensi, stroke, kanker, diabetes melitus dan lain-lain. Selain itu
perubahan gaya hidup (life style)masyarakat dan sosial ekonomi juga
dapat memicu semakin meningkatnya
prevalensi penyekit degeneratif, di mana juga masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, salah satunya adalah hipertensi dan sering kali dijumpai tanpa
gejala, walau relatif mudah diobati namun apabila tidak diobati akan
menimbulkan komplikasi seperti Stroke, Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah
(PJP), Gangguan Ginjal dan lain-lain yang pada akhirnya dapat mengakibatkan
cacat maupun kematian (Bustan, MN, 1995).
Profil
Kesehatan Sumatera Utara (2001) melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera
Utara sebesar 91 per 100.000 penduduk, sebesar 8,21% pada kelompok umur di atas
60 tahun untuk penderita rawat jalan.Berdasarkan penyakit penyebab kematian
pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten/ Kota Provinsi Sumatera Utara,
hipertensi menduduki peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02%
(1.162 orang), pada kelompok umur ≥60 tahun sebesar 20,23% (1.349 orang).
Indonesia: 59,5% Kematian Akibat Penyakit Tak Menular, Termasuk Jantung
Di
Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan hipertensi termasuk ke dalam sepuluh
penyakit terbesar dari penderita yang dirawat inap di bangsal penyakit dalam.
Dari 400 penderita stroke yang dirawat di bangsal penyakit dalam pada tahun
1982-1985 38% menderita hipertensi (Sumartono dan Aryastamy, 1999).
Hasil
penelitian Hanim (2003) proporsi penderita hipertensi rawat inap di RSUP H.Adam
Malik Medan adalah 1,78%, proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan
yaitu sebesar 53,1%. Di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan, hipertensi
merupakan rangking ketiga dari 10 penyakit terbesar yang dilaporkan dengan
jumlah 1.776 pasien yang datang berobat selama tahun 2003. Jumlah kunjungan ke
Puskesmas dari semua penyakit adalah 15.255 pasien, dengan demikian proporsi
kunjungan penyakit hipertensi sebesar 11,64% (Puskesmas Pekan Labuhan, 2003).
Grafik Penyebab kematian paling
besar (WHO, 2005)
Indonesia: 59,5% Kematian Akibat Penyakit Tak Menular, Termasuk Jantung
Di Indonesia, sebagai salah satu negara berkembang
ternyata masih berjuang menghadapi pelbagai masalah kesehatan. Penyakit infeksi
masih menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan, di sisi lain
perubahan gaya hidup yang serba cepat tidak menahan laju perkembangan penyakit
tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah. Hal ini diperkuat
dengan data yang diperoleh pada tahun 2007, angka kematian akibat penyakit
jantung dan tidak menular pada tahun 1995 sebesar 41,7% meningkat menjadi 59,5%
pada tahun 2007.
Kalimantan Selatan “Juara Hipertensi”
Penyakit hipertensi sebagai salah satu “kawan”
dari penyakit jantung, ternyata dinilai cukup tinggi di Indonesia. Berdasarkan
data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka kejadian atau
prevalensi penduduk Indonesia berusia di atas 18 tahun dengan hipertensi adalah
sebesar 31,7%. Ternyata hipertensi tidak hanya terjadi pada penduduk berusia di
atas 18 tahun, namun juga pada penduduk berusia 15-17 tahun. Jika dilihat
berdasarkan kriteria hipertensi sesuai JNC VII, terdapat 4050 (8,4%) penduduk
berusia 15-17 tahun dengan hipertensi. Prevalensi hipertensi tertinggi
berdasarkan provinsi terdapat di Kalimantan Selatan (39,6%), dan terendah di
Papua Barat (20,1%).
Hasil dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007 memperlihatkan bahwa prevalensi beberapa penyakit jantung dan pembuluh
darah seperti hipertensi sangat tinggi yaitu 31,7%, diikuti stroke sebesar 8,3%
dan penyakit jantung sebesear 7,2% per 1.000 penduduk.
Aceh “Juara Stroke”
Penyakit kardiovaskular juga erat kaitannya dengan
penyakit stroke. Di Indonesia, angka prevalensi stroke juga cukup tinggi yaitu
sekitar 72,3%, dengan provinsi Aceh menduduki angka prevalensi tertinggi yaitu
16,6% dan terendah di Papua (3,8%).
Data Riskesdas memperlihatkan bahwa penyebab
kematian utama untuk semua umur adalah stroke (15,4%), hipertensi (6,8%),
penyakit jantung iskemik (5,1%), dan penyakit jantung lainya (4,6%). Angka
kematian pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan akibat stroke
sebesar 15,9%, kemudian penyakit jantung sistemik sebesar 8,7% dan hipertensi
serta penyakit jantung lainya sebesar 7,1%. Sementara itu di pedesaaan, angka
kematian tertinggi diakibatkan oleh penyakit menular yaitu tuberkulosis (TBC)
diikuti oleh stroke sebesar 11,5% dan hipertensi 9,2% dan penyakit jantung
iskemik 8,8%.
Pada penduduk usia 55-64 tahun yang tinggal di
daerah perkotaan, stroke tetap menjadi penyebab kematian utama (26,8%),
kemudian penyakit jantung iskemik (5,8%), hipertensi (8,1%), dan penyakit
jantung lainnya (4,7%).
Bagaimana dengan penduduk di pedesaan? Ternyata
pola penyebab kematian di pedesaan dan perkotaan menunjukkan pola yang serupa
dengan stroke (17,8%) sebagai penyebab kematian utama, diikuti oleh beberapa
penyebab lain antara lain hipertensi (11,4%), penyakit jantung iskemik (5,7%),
dan penyakit jantung lain (5,1%).
Daftar
pustaka
Roupa,
dkk. (2009). Health science journal.
http://www.hsj.gr/
volume3/issue1/35.pdf.
Bustan,
M. N., 1995. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta, Jakarta
Prodjosudjadi,
W., 2000. Hipertensi, Berkala Neurosains, Vol 1, No.3: 133-139 Jakarta.